Arah Perahu

Aku mulai cerita ini dari kisah beberapa bait puisi, tentang sebuah kapal yang kehilangan arah dan tujuan. Pelabuhan yang dulu tak lagi menerimanya, meninggalkan luka di hati yang hampa dan sepi.

Terombang-ambing lama di tengah ketidakpastian, hingga suatu saat sinar muncul di kejauhan. Pelabuhan baru menawarkan tempat berteduh, memberi harapan di tengah keputusasaan yang kelam.

Dengan keraguan, kapal itu mendekat, menanyakan dengan ragu, "Bolehkah aku bersandar di sini?" Pelabuhan itu menjawab, "Dengan senang hati," menawarkan kenyamanan dan rasa aman yang tak terperi.

Tanpa ragu, kapal itu bersandar erat, menemukan kedamaian yang selama ini dirindukan. Di pelabuhan megah, penuh kemewahan dan keceriaan, kapal itu merasa bahagia, tak lagi dihantui kesepian.

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Kapal itu mulai lalai, lupa diri dalam kemewahan. Dia lupa bahwa dia hanyalah kapal kayu tua, yang tak pantas berada di pelabuhan semegah itu.

Pelabuhan itu pun mulai risih, melihat tingkah kapal yang seenaknya sendiri. Kapal itu tersadar, dia tak lagi di tempatnya, dia hanyalah beban di pelabuhan yang penuh cinta.

Dengan hati pilu, kapal itu memutuskan untuk pergi, meninggalkan pelabuhan yang dicintainya dengan penuh keraguan. Dia tahu, dia tak pantas berada di sana, dan dia harus mencari kebahagiaan di tempat lain.

Di lautan luas, kapal itu kembali berlayar, mencari tempat baru untuk bersandar dan berlabuh. Dia tahu, perjalanan ini takkan mudah, tapi dia yakin, dia akan menemukan jalannya sendiri.

Kapal itu takkan menyerah, dia akan terus berjuang, mencari kebahagiaan yang sejati di tengah samudra kehidupan. Dia tahu, bahwa di suatu tempat di luar sana, ada pelabuhan yang menunggunya dengan penuh kasih sayang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelabuhan Bersender